top of page
Search

Pemimpin Sejati Ala Klasik

kepemimpinan adalah  suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin, Kepemimpinan bukan suatu rangkaian keterampilan atau hanya sebuah teori saja bukan pula hanya sekedar strategi, kepemimpinan bukan hanya sekedar suatu rumusan-rumusan saja. Kepemimpinan yang baik adalah wujud dari kearifan praktis, kualitas holistis dan elusif yang di dapat dari pelajaran dan pengalaman yang diterapkan dengan pertimbangan, saat demi saat, untuk menghadapi semua tantangan yang tidak bisa diduga-duga.


Suatu organisasi/lembaga dapat mencapai tujuannya tergantung dari sosok seorang pemimpin dalam menjalankan Kepemimpinannya. Bukan berarti bahwa komunikasi yang lancar tidak lah berguna atau bahwa kepahlawanan individu kadang tidak diperlukan, hanya saja semua ini bukan menjadi tanda tanda seorang pemimpin sejati, tetapi kalau bukan itu, lalu apa? Bagaimanakah seorang pemimpin, jika bukan figur atau bukan bintang kharismatik yang berkuda di depan pasukannya, dengan begitu kita bisa membedakan pemimpin yang sebenarnya dari yang palsu.

Alfian Natsir Rafi, SM. sedang melihat loaksi banjir
Alfian Natsir Rafi, SM. sedang melihat loaksi banjir

Ada tiga perilaku yang mencirikan seorang pemimpin sejati diantaranya :


Pertama, pemimpin yang berjalan lebih dulu. Para pemimpin yang baik berjalan maju ketika yang lainnya tetap berada dibelakang. Mereka berbicara pada saat yang lain diam. Mereka bergerak ke depan dimana tiada jalan yang di buat, dan mereka memberi teladan untuk diikuti yang lainnya. Anda tidak akan pernah melihat mereka berada didepan, sering kali mereka didapati tengah bekerja bersama tim mereka atau menyingkir di pinggir supaya anggota timnya bisa mendapat sorotan atau pujian. Tetapi di mana pun mereka memilih untuk berdiri di momen tertentu, itu tidak akan menimbulkan masalah, menutupi kesalahan, dengan mengamati kemana arah angin bertiup. Sebaliknya, ada banyak sekali individu berkedudukan tinggi yang mengambil sikap itu, dan meskipun mereka mencantumkan jabatan kepemimpinan di kartu nama mereka, belum tentu mereka adalah  pemimpin yang sejati.

ree

Kedua, pemimpin yang menciptakan harapan. Pemimpin membantu kita melihat cahaya di ujung terowongan, atau melemparkan pada kita sabuk pengaman ketika kita tenggelam ditelan gelombang. "Pemimpin adalah penyebar harapan" (Napoleon Bonaparte), dan lawan dari pembagi harapan adalah tiran "penyebar ketakutan". Meskipun beberapa pemikir politis yang keras kepala (yang paling terkenal Niccolo Machiavelli) berpendapat bahwa hal yang lebih penting  bagi seorang pemimpin adalah dihormati daripada dicintai, mereka bahkan mengakui bahwa pemimpin yang membuat kita merasa takut pada masa depan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk berhasil ketimbang pemimpin yang menginspirasi keyakinan pada masa yang lebih baik.


ree

Ketiga, pemimpin berfokus pada orang-orang. Anda mengatur segala sesuatunya, Anda memimpin orang. Tentu saja, ada banyak sekali pemimpin yang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan sangat baik. Namun, kepemimpinan sebagai sebuah peran adalah tentang menggunakan kebijakan, sistem, dan proses untuk mengontrol aktivitas organisasi. Keadaan jauh lebih mudah dikendalikan ketimbang orang, sehingga bagi seseorang yang menjalankan peran manajemen murni, orang menjadi dinomorduakan. "Sebagian besar yang kita sebut manajemen terdiri dari hal-hal yang mempersulit bawahan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka (Peter Drucker). Kepemimpinan, sebaliknya, berfokus pada manusia, mengembangkan mereka, mengerahkan  mereka, mendapatkan kepercayaan mereka. Jika mereka yang berkuasa lebih mengutamakan manajemen dibanding kepemimpinan, mereka bisa jadi birokrat, pemimpin yang memerintahkan prosedur-prosedur, lupa akan perikemanusiaan dari "sumber daya" mereka.


Sahabat Alfian
Sahabat Alfian

Kepemimpinan bukan hanya sekedar mencari sensasi agar selalu diberitakan oleh semua orang yang pada kenyataannya hanya pencitraan saja baik personalnya maupun organisasinya.


Pemimpin tak perlu heboh ketika turun ke bawah dengan banyak membawa pengawal atau bawahannya yang pada akhirnya tidak akan membawa manfaat apa-apa. Senang dengan pusat keramaian dengan banyak pengawal mendampinginya yang berharap menjadi pusat perhatian bagi orang banyak.


Jangan lah kita lupa dengan bawahan kita yang telah membantu dan berkorban untuk cita-cita organisasi. Menghargai bawahan dengan pujian itu lebih baik ketimbang dengan cacian atau merasa bangga dengan dirinya ketika anak buahnya mampu mencapai keberhasilan dan tujuan organisasi.



Jocelyn Davis, The Great on Leadership




 
 
 

Comments


bottom of page